Skip links
Elang jawa di hutan Tujuh Bukit. [FOTO: Setiawan/BSI]

Elang Jawa di Hutan Tujuh Bukit

Elang jawa menjadikan hutan Tujuh Bukit habitatnya. Perlu keseriusan bersama agar keberadaannya terjaga.

Semua mata menyasar ke segala penjuru dengan waspada, mengamati setiap gerak-gerik satwa liar di kanopi-kanopi hutan Tumpang Pitu. Walau cahaya matahari mulai terik, semuanya masih memandangi langit, bersiap memotret dengan kamera lensa jarak jauh setiap polah burung elang dan rangkong yang terbang melintas. Beberapa saat kemudian, ada pekik gembira tertahan. Bagus Susesono berhasil mengabadikan burung elang yang sedang duduk bertengger di pohon kering di sekitar Pit B-East PT Bumi Suksesindo.

“Ini elang jawa,” kata Bagus, Staf Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, dengan paras gembira.

Tim Enviro PT BSI yang hari itu, tepatnya pada Agustus 2018, bersama-sama memantau fauna bersama BBKSDA Jawa Timur, segera tertulari kegembiraan. Perjumpaan dengan elang jawa hari itu menjadi yang pertama di Tumpang Pitu. Tapi, perjumpaan satu kali belum cukup untuk menyimpulkan bahwa elang jawa menjadikan hutan Tujuh Bukit sebagai habitatnya. Harus ada pemantauan berkelanjutan untuk memastikan keberadaan sekaligus menghitung populasinya.

Benar adanya, sepanjang 2019, Tim Enviro tidak sekali pun menjumpai elang jawa. “Populasi elang jawa sangat rendah di alamnya,” kata Setiawan, Staf Enviro Bumi Suksesindo. Bisa melihat burung gagah dan tampan ini terbang merupakan sebuah keberuntungan, bahkan bisa jadi sebuah keajaiban. Namun, pada 2020, keberuntungan berubah, perjumpaan dengan elang jawa meningkat drastis. “Cukup menggembirakan, ada empat kali perjumpaan,” kata Wawan, panggilan akrab Setiawan.

Salah satu perjumpaan dengan elang jawa sempat diabadikan dengan kamera ponsel oleh seorang teknisi Mining. Dia berhasil memotret elang tersebut saat sedang bertengger di tanggul di sekitar Pit C pada pukul enam pagi.

“Elang jawa sudah berada di area tersebut pada pagi hari menandakan bahwa ia tidak jauh dari sarangnya,” kata Wawan.

Sejatinya penyebaran elang jawa di wilayah Jawa Timur umumnya berada di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru, Taman Nasional Meru Betiri, Taman Wisata Alam Kawah Ijen, Taman Nasional Alas Purwo, dan Taman Nasional Baluran. Sangat minim informasi mengenai perjumpaan dengan elang Jawa di luar kawasan konservasi lainnya. Tapi, jika melihat lanskap Tumpang Pitu yang berupa ekosistem hutan dataran rendah yang masih ditunjang oleh konektivitas habitat dengan hutan alam yang berada di sekililingnya, sangat mungkin jika elang jawa mendiami hutan Tumpang Pitu.

Elang jawa dengan nama ilmiah Nisaetus bartelsi merupakan spesies burung pemangsa dalam famili Accipitridae. Burung ini hidup di hutan alam dataran rendah hingga hutan perbukitan sampai ketinggian 2000 mdpl dan sangat jarang ditemukan di hutan tanaman. Elang ini sangat mudah dikenali lewat kepalanya yang berjambul, tungkai kaki berambut ciri khas elang dari marga Nisaetus, warna dominan cokelat merah, dada berwarna putih bercoret melintang pada burung dewasa dan cokelat polos pada burung muda. Gambaran lainnya dari sosok elang jawa yakni sorot mata dan penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, dan ketika berdiam diri posturnya gagah dan berwibawa.

Deskripsi mengenai elang jawa itulah yang dilihat Ismed G. Siregar, Manager HSE (Health Safety Environment) di pepohonan seputaran area MIA (Mine Infrastucture Area). Ismed, yang kebetulan selalu membawa kamera digital zoom untuk menyalurkan kegemaran wildlife photographynya, berhasil membidik burung rupawan ini selepas agenda meeting di kantor MIA.

Satu dari dua elang jawa di hutan Tujuh Bukit. [FOTO: Setiawan/BSI]
Perjumpaan yang lebih dramatis terjadi pada 14 Desember 2020. Siang itu, seekor elang jawa terlihat sedang terbang memutar (soaring). Tiba-tiba, ia membubung tinggi di angkasa lalu menukik deras. Dengan sigap dan tangkas, sang elang menyergap ular di dahan pohon. Rupanya, elang jawa sedang berburu mangsa di sekitar area CSS (Central Sediment Sump). Burung pemburu ini kemudian terbang mencengkeram ular nahas tersebut dan bertengger di dahan pohon apak (Ficus spp.). Sambil mencengkeram, paruhnya yang kokoh mencabik-cabik si ular untuk kemudian menelannya.

Hutan Tumpang Pitu menyediakan aneka mangsa bagi elang jawa seperti burung-burung berukuran kecil, mamalia pengerat (tupai, bajing), kelelawar buah, luwak, anak monyet, dan reptil. Umumnya, burung pemangsa ini berburu dengan terbang di dekat kanopi pohon atau bertengger di pohon dan menunggu mangsa yang lewat. Dari sekian kali perjumpaan, persebaran elang jawa diduga berada di bagian selatan kawasan Tumpang Pitu, seperti sekitar area Mining dan Buffer Zone. Sementara itu, area reklamasi di CWD (Central Waste Dump) Mining yang sudah ditumbuhi banyak pepohonan menjadi salah satu area berburu.

“Sarangnya diduga dibangun di pohon mencuat karena beberapa kali teramati terbang ke bagian hutan Buffer Zone di mana masih banyak ditumbuhi pohon dengan diameter besar dan menjulang tinggi,” ujar Wawan.

Elang jawa bukan satu-satunya burung predator yang menghuni habitat hutan Tumpang Pitu. Tim Enviro mencatat ada sekitar tujuh spesies elang penetap, antara lain elang ular bido (Spilornis cheela), elang laut perut-putih (Haliaaetus leucogaster), elang brontok (Nisaetus cirrhatus), elang perut-karat (Lophotriorchis kienerii), elang alap jambul (Accipiter trivirgatus), alap-alap sapi (Falco moluccensis), dan alap-alap capung (Microhierax fringiilarius).

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, hutan Tumpang Pitu juga dikunjungi oleh spesies burung predator migrasi lokal, seperti elang tikus (Elanus caeruleus) dan alap-alap macan (Falco severus). Banyaknya burung pemangsa yang tinggal di habitat hutan Tumpang Pitu yang tidak terlalu luas membuat burung-burung tersebut harus saling berebut makanan, tempat beristirahat, dan sarang.

Pada suatu ekosistem, elang jawa memiliki peranan yang sangat penting, yaitu sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator), pengendali ekosistem. Elang jawa sangat peka terhadap perubahan lingkungan sehingga apabila kualitas lingkungan terganggu maka elang jawa diperkirakan akan segera punah dan keseimbangan alam pun terganggu. Elang jawa juga memiliki peran ganda, yaitu sebagai keystone species atau spesies yang dapat memengaruhi perubahan ekosistem; dan umbrella species atau spesies dengan wilayah sebaran yang luas. Berdasarkan peran tersebut, spesies lain yang berada di wilayah tersebut dapat terlindungi ketika spesies ini dilindungi.

Secara umum, situasi elang jawa kini semakin memprihatinkan. Tren populasi elang jawa yang seringkali dianggap identik dengan Burung Garuda, lambang Negara Republik Indonesia, ini semakin menurun. Burung endemik Jawa ini masuk dalam kategori terancam punah dengan status genting (endangered) menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Spesies ini juga ditetapkan sebagai satwa prioritas konservasi yang tercantum dalam Permenhut No. 57 Tahun 2008 dan berstatus dilindungi berdasarkan PemenLHK No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Penurunan populasi elang jawa di alam disebabkan oleh kerusakan habitat, fragmentasi kawasan hutan, perburuan, dan perdagangan. Hal ini juga diperburuk dengan lamanya masa perkembangbiakan, yakni hanya menghasilkan sebutir telur dalam waktu dua sampai tiga tahun. Menurut data BirdLife International, populasi elang jawa di alam diperkirakan hanya tersisa sekitar 300–500 individu dewasa. Selaras dengan data tersebut, populasi elang jawa di hutan Tumpang Pitu diperkirakan hanya dua ekor.

Mengingat fungsinya di alam sebagai top predator dalam rantai makanan dan indikator kelestarian suatu habitat, maka elang jawa memerlukan perhatian yang serius untuk menjamin kelestariannya. Oleh karena itu PT BSI melakukan upaya perlindungan dan pelestarian elang jawa, yaitu dengan cara konservasi habitat dan konservasi spesies.

Konservasi habitat dilakukan dengan cara meminimalkan bukaan hutan. Hutan dibuka hanya untuk kebutuhan operasional pertambangan dan dengan segera mereklamasi bukaan yang tidak dibutuhkan. Konservasi spesies diharapkan mampu meningkatkan jumlah populasi elang jawa. Cara-cara yang bisa dilakukan adalah memantau secara berkala untuk menghitung populasi dan mengidentifikasi home range (wilayah jelajah), territory (wilayah yang dipertahankan), dan tempat bersarang; memastikan karyawan dan mitra kerja untuk melindungi elang jawa dan mencegah perburuan lokal; dan melakukan penangkaran (konservasi ex-situ) elang jawa, bekerjasama dengan Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) di Jawa Timur.

By using our website, you hereby consent to our Disclaimer and agree to all of its terms.